BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis
terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya
sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi
insulin.
Diabetes mellitus pada
kehamilan dalam istilah kedokteran disebut diabetes mellitus gestasional. Diabetes mellitus ini mungkin hanya
berlangsung selama kehamilan tetapi dapat juga berlanjut meski sudah tidak
hamil lagi.
Menurut penelitian sekitar 40-60 persen ibu yang mengalami
diabetes mellitus pada kehamilan dapat berlanjut mengidap diabetes mellitus
setelah persalinan. Disarankan agar setelah persalinan pemeriksaan gula darah
diulang secara berkala misalnya setiap enam bulan sekali.
Faktor risiko diabetes mellitus pada kehamilan adalah
riwayat keguguran berulang, pernah melahirkan bayi yang beratnya sama dengan
atau melebihi 4000 g, pernah mengalami preeklamsia (keracunan kehamilan), atau
pernah melahirkan bayi mati tanpa sebab yang jelas atau bayi dengan cacat
bawaan.
Selain itu yang juga merupakan faktor risiko adalah usia ibu
hamil yang melebihi 30 tahun, riwayat diabetes mellitus dalam keluarga, serta
pernah mengalami diabetes mellitus pada kehamilan sebelumnya.
Penatalaksanaan diabetes pada kehamilan sebaiknya dilakukan
secara terpadu antara dokter kebidanan, penyakit dalam, ahli gizi, dan
spesialis anak. Sasaran penatalaksanaan adalah mencapai kadar gula darah yang
normal yaitu gula darah puasa kurang dari 105 mg/dl dan
dua jam sesudah makan kurang dari 120 mg/dl. Sasaran dapat dicapai dengan
melakukan pengaturan makan.
BAB
II
PEMBAHASAN
DIABETES MELITUS
A.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PANKREAS
Pankreas
merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm
dan tebal + 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan
besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12
jari). Organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu kelenjar
endokrin dan eksokrin. Pankreas terdiri dari :
a. Kepala pankreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah
kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan yang praktis
melingkarinya.
b. Badan pankreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang
sebenarnya menyentuh limpa.
Pada
pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam
duodenum :
Gambar 1. Pankreas
-
Ductus
Wirsung, yang bersatu dengan duktus choledukus, kemudian masuk ke dalam
duodenum melalui sphincter oddi.
-
Ductus
Sartorini, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas
sphincter oddi. Saluran ini memberi petunjuk dari pankreas dan mengosongkan
duodenum sekitar 2,5 cm di atas ampulla hepatopankreatik.
Ada dua jaringan utama yang menyusun pankreas :
o Asini berfungsi
untuk mensekresi getah pecernaan dalam duodenum.
o Pulau Langerhans
Pulau
Langerhans adalah kumpulan sel berbentuk ovoid, berukuran 76x175 mm dan
berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih
banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas. Pulau-pulau ini
menyusun 1-2% berat pankreas.
Gambar 2. Pankreas
FUNGSI EKSOKRIN
PANKREAS
Getah pankreas
mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama : protein,
karbohidrat, dan lemak. Ia juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar,
yang memegang peranan penting dalam menetralkan kimus asam yang dikeluarkan
oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim
proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, ribonuklease,
deoksiribonuklease. Tiga enzim petama memecahkan keseluruhan dan secara parsial
protein yang dicernakan, sedangkan neklease memecahkan kedua jenis asam nukleat
: asam ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk
karbohidrat adalah amilase pankreas, yang menghidrolisis pati, glikogen, dan
sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat,
sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas, yang
menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol
esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
Enzim-enzim
proteolitik waktu disintesis dalam sel-sel pankreas berada dalam bentuk tidak
aktif; tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase, yang semuanya
secara enzimtik tidak aktif. Zat-zat ini hanya menjadi aktif setelah mereka
disekresi ke dalam saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh suatu enzim yang
dinamakan enterokinase, yang disekresi oleh mukosa usus ketike kimus mengadakan
kontak dengan mukosa. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh tripsin yang telah
dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi kimotripsin, dan
prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara yang sama.
Pengaturan sekresi pankreas
Pengaturan syaraf.
Bila fase sefalik dan gastrik sekresi lambung
terjadi, impuls parasimpatis secara serentak dihantarkan sepanjang nervus vagus
ke pankreas, mengakibatkan sekresi enzim-enzim dalam jumlah moderat ke dalam
asinus pankreas. akan tetapi sekret dalam jumlah sedikit mengalir melalui
duktus pankreas ke usus karena sedikit air dan elektrolit disekresi bersama
dengan enzim. Oleh karena itu, sebagian besar enzim untuk sementara disimpan
dalam asinus.
Pengaturan hormonal.
Setelah makanan masuk usus halus, sekresi pankreas
menjadi banyak, terutama akibat respon hormon sekretin.
FUNGSI ENDOKRIN PANKREAS
Tersebar di antara
alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil sel epitelium yang jelas
terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil/ kepulauan Langerhans
yang bersama-sama membentuk organ endokrin.
Hormon-hormon yang dihasilkan kelenjar Pankreas
diantaranya hormone insulin.
Insulin adalah suatu
polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh
jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil dalam komposisi asam amino molekul
dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan ini biasanya tidak cukup besar
untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologi suatu insulin pada spesies heterolog
tetapi cukup besar untuk menyebabkan insulin bersifat antigenik. Insulin
dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke
aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula-granula berlapis
membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel melalui suatu proses yang
melibatkan mikrotubulus dan membran granula berfusi dengan membran sel,
mengeluarkan insulin ke eksterior melalui eksositosis. Insulin kemudian
melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler yang berpori
mencapai aliran darah.
Waktu paruh insulin
dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit. Insulin berikatan dengan
reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin dirusak dalam endosom
yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim utama yang berperan adalah
insulin protease, suatu enzim di membran sel yang mengalami internalisasi
bersama insulin.
Efek faali insulin
bersifat luas dan kompleks. Efek-efek tersebut biasanya dibagi menjadi efek
cepat, menengah dan lambat.
a. Efek cepat (detik)
Peningkatan transpor glukosa, asam amino dan K+
ke dalam sel peka insulin.
b. Efek menengah
(menit)
Stimulasi sintesis protein, penghambatan pemecahan
protein, pengaktifan glikogen sintetase dan enzim-enzim glikolitik,
penghambatan fosforilase dan enzim-enzim glukoneogenik.
c. Efek lambat (jam)
Peningkatan mRNA enzim
lipogenik dan enzim lain.
Orang yang metabolisme yang normal mampu mempertahankan
kadar glukosa darah antara 70-mg/dl (euglikimia) dalam kondisi asupan makanan
yang berbeda-beda, pada orang non diabetic, kadar glukosa darah yang meningkat
antara 120 sampai 140 mg/dl setelah makan (postprantial), namun keadaan ini
akan kembali menjadi normal dengan cepat. Sedangkan kelebihan glikosa darah
diambil dari darah dan disimpan sebagai glikogen dalam hati dan sel-sel otot.
Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan puasa karena glukosa
dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh., dan glukosa baru yang dibentuk dari
asam amino, laktat dan gliserol yang berasal dari trigeliserida. Normalisasi
glukosa darah diatur oleh hormone-hormon.
Penyakit
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang sangat berkaitan erat dengan pancreas
.Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,lebar 5
cm,mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60 – 90 gr. Terbentang
pada vertebrata lumbaris 1 dan 2 belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar dan terdiri dari dua jaringan utama,yaitu :
1. Sekresi getah pensernaan ke dalam duodenum
2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan
sekretnya keluar tetapi menyekresi insulin dan glucagon langsung ke darah.
Pulau Langerhans
manusia mengandung 3 jenis sel utama, yaitu :
1. Sel – sel alfa dengan jumlah sekitar 20
– 40 % ,memproduksi glucagon yang menjadi
factor hiperglikemik.
2. Sel – sel betadengan jumlah 60 – 80 %,membuat insulin.
3. Sel – sel delta dengan jumlah 5 – 15 %,membuat somatostatin.
sebelum insulin berfungsi,ia
harus berkaitan dengan protein reseptor yang besar dalam membrane sel.Insulin
disintesis sel beta pancreas dan disimpan dalam butiran berselaput.
Bila kadar
glukosa meningkat diatas 100 mg/100 ml darah sekresi insulin meningkat cepat.
Bila kadar glukosa normal produksi insulin akan menurun.
Selain itu factor
lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormone gastointestina merangsang
insulin dalam derajat yang berbeda-beda. Fungsi metabolism utama insulin untuk
menigkatkan kecepatan transport glukosa melalui membrane sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblast dan sel lemak.
B.
PENGERTIAN
Diabetes Melitus adalah
metabolisme yang ditandai dengan defisiensi total atau parsial hormone
insulin,yang mengakibatkan penyusaian metabolic atau perubahan fisiologis pada hamper semua area tubuh. Insulin adalah
hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen.
Kadar glukosa darah nyang tinggi dapat merusak saraf. Diabetes melitus
meningkatkan resiko timbulnya aterosklerosis atau penyempitan pembulu darah.
Pendapat beberapa ahli tentang penyakit
Diabetes Melitus.
-
Diabetes
merupakan gangguan endokrin yang paling
sering ditemui pada kanak-kanak,yang insidens puncaknya dicapai selama awal
masa remaja.(wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol 2,EGC.Jakarta,2009).
-
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang
menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C.
Long)
-
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan
multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
-
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).
-
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).
Klasifikasi
Diabetes Mellitus
Berdasarkan
klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes mellitus type
insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan
nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin
untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada
anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit
hiperglikemia akibat ketiadaan absolute insulin.individu yang mengidap penyakit
ini harus mendapatkan insulin pengganti.
Penyebab diabetes tipe 1 diperkirakan
karena terjadi destruksi otoimun sel-sel beta pulau langerhans.Individu yang
memiliki kecenderungan genetic penyakit ini tampaknya menerima factor pemicu
dari lingkungan yang menginisiasi proses otoimun..Sebagai contoh factor
pencetus yang mungkin antara lain inveksi virus.
Ada
kecenderungan pengaruh genetic individu untuk mengidap DM Tipe 1 Individu
tertentu mungkin memiliki “gen diabetogenik”,yang berarti suatu profil genetic
yang menyebabkan mereka rentan mengidap DM Tipe 1(atau mungkin penyakit otoimun
lainnya). DM tipe 1 adalah penyakit yang biasanya berkembang secara perlahan
selama beberapa tahun,dengan adanya autoantibody terhadap sel-sel beta dan
destruksi yang terjadi secara terus menerus.
Pada saat
diagnosis DM Tipe 1 dtegakkan,biasanya pancreas tidak atau sedikit mengeluarkan
insulin,kadar glukosa darah meningkat karena tanpa insulin glukosa tidak dapat
masuk ke sel.Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan walaupun kadar
glukosa darah sangat tinggi.Hanya sel otak dan sel darh merah yang tidak
kekurangan glukosa karena keduanya tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa.
b. DM Type II
Diabetes mellitus type II,
Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama
Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1. Non obesitas
2.
Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua
(umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
Hiperglikemia
yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin disebut DMTipe 2.selain
itu,terjadi defek sekresi insulin yaitu ketidakmampuan pancreas untuk
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang
normal. Penyebab DM TIPE 2 untuk kebanyakan individu,DM Tipe 2 tampaknya
berkaitan dengan kegemukan.Selain itu,kecenderungan pengaruh genetic,yang
menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit ini,cukup kuat.
Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetic yang belum
teridentifikasi yang menyebabkan
pancreas mengeluarkan insulin yang berbeda,atau menyebabkan reseptor
insulin atau perantara kedua tidak dapat berespons secara adekuat terhadap
insulin. Karakteristik DM Tipe 2 tetap menghasilkan insulin.Akan tetapi,sering
terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin
yang dilepaskan.Selain itu,sel-sel tubuh,terutama sel otot dan
adipose,memperlihatkan resistensi terhadap insulin yang bersirkulasi dalam
darah.
c. Diabetes mellitus type lain
1)
Diabetes oleh
beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena
obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2)
Obat-obat yang
dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic
glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3)
Diabetes
Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak
dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon
pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat
untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
Diabetes mellitus tipe 3 atau diabetes
gestasional,adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya
tidak mengidap diabetes. .Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah
persalinan,sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini tidak akan kembali kestatus
nondiabetes setelah kehamilan berakhir.Bahkan,jika membaik setelah
persalinan,risiko untuk mengalami diabetes tipe2 setelah sekitar 5 tahun pada
waktu mendatang lebih besar dari pada normal.
Akibat diabetes gestasional dapat
menimbulkan efek negative pada kehamilan dengan meningkatkan risiko malformasi
congenital,lahir mati,dan bayi bertubuh besar untuk masa kehamilan(BMK),yang
dapat menyebabkan masalah pada persalinan.Diabetes gestasional secara rutin
diperiksa selam pemeriksaan medis prenatal.
C. INSIDEN
PENYAKIT DIABETES MELITUS
I. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
-
Meliputi ras, etnik, riwayat keluarga dengan kencing manis, riwayat melahirkan
bayi dengan berat bayi > 4 kg, dan sebagainya
II. Faktor resiko yang dapat diubah
Meliputi kegemukan,
kurang olahraga atau aktifitas fisik, tekanan darah tinggi (hipertensi),
kolesterol tinggi, makan tinggi gula namun rendah serat Secara umum factor
risiko Diabetes Mellitus adalah:
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan
melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya
diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan
sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam
darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat
badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena
penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk
terserang diabetes mellitus.
3. Faktor Genetis
Diabetes mellitus dapat
diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus akan
dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus.
4. Bahan-bahan kimia dan
obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat
mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas
akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi
hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis
residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikroorganisme dan
virus pada pankreas dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan
menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol
tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.
6. Pola hidup
Pola hidup juga sangat
mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas berolah raga
memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena
olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh.
Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes
mellitus selain disfungsi pankreas.
7. Dislipedimia
Dislipedimia
adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida
> 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan
rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
8. Umur
D.
ETIOLOGI
Menurut
beberapa ahli tentang beberapa faktor yang sering dianggap penyebab DM yaitu :
1.
Faktor
genetic
DM tipe 1 tidak diwariskan dari orang tua, tetapi
hereditas adalah factor etiologi yang dominan. Berbagai mekanisme genetic telah
diajukan, akan tetapi, pengaruh genetic pada DM tipe 1 dan DM tipe 2 tampaknya
berbeda. Penelitian tentang DM tipe 2 pada bayi kembar identik memperlihatkan kesesuaian
100% sepanjang rentang kehidupan, sedangkan penelitian DM tipe 1 pada
kembar identik menunjukkan tingkat kesesuaian
30%-50%. Dalam presentase yang lebih rendah, dinyatakan bahwa lingkungan
dan genetic merupakan factor penting pada genesis DM tipe 1.
2.
Faktor non genetik
1) Infeksi
Virus dianggap sebagai
“trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap
diabetes mellitus.
2) Nutrisi
a.) Obesitas dianggap
menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.) Malnutrisi protein
c.) Alkohol, dianggap menambah
resiko terjadinya pankreatitis.
3) Stres
Stres berupa pembedahan,
infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia
sementara.
4) Hormonal
Sindrom cushing karena
konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah
somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah
tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat
3.
Mekanisme
autoimun
Proses atoimun melibatkan
penderita DM tipe 1. Teori terbaru menyebutkan bahwa gen HLA dapat
menyebabkan defek system imun sehingga
individu menjadi rentan terhadap factor pemicu, misalnya sumber diet,virus,bakteri,atau iritan
kimiawi.Faktor predisposisi memulai proses autoimun dengan enghancurkan sel-sel beta secara bertahap.
Tanpa sel-sel beta ,insulin tidak biasa diproduksi. Terdapat juga hubungan yang kuat antara DM tipe 1 dan gangguan endokrin autoimun lainnya, seperti tiroiditis dan
penyakit Addison.
E.
PATOFISIOLOGI
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga
efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :
a) Pengurangan penggunaan
glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah
setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml.
b) Peningkatan mobilisasi lemak
dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak
maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan
aterosklerosis.
c)
Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu
terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah
tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah
glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira
diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine.
Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan
glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes,
pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila
tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto –
asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1
Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.
F. TANDA DAN GEJALA
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan
yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada
tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Gejala
yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering
ditemukan :
a.
Poliuri (banyak kencing)
Hal
ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.
Olidipsi (banyak minum)
Hal
ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal
ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d.
Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan
glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat
peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena
tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan
yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
e. Mata kabur
Hal
ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Tanda
dan gejala klinis patogenesis Diabetes Melitus menurut Mansjoer, (2000), yaitu
sebagai berikut :
1. Polifagia.
2. Poliuria.
3. Polidipsi.
4. Lemas.
5. BB menurun.
6. Kesemutan.
7. Gatal.
8. Mata kabur .
9. Pruritus vulva.
10. Ketonemia.
11. Glikosuria.
12. Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.
13. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
14. Gula darah puasa > 126 mg/dl.
Untuk mengetahi terjadinya
diabetes dapat dilakukan dengan beberapa cara pemeriksaan. Mugkin dokter akan
menyarankan untuk melakukan lebih dari satu pemerikasaan untuk memastikan
apakah seseorang itu terkena diabetes. Selain itu dengan melakukan
pemeriksaanini maka dapat diketahui pula jenis diabetes tipe manakah yang
dialami si penderita.
Cara
diagnosis diabetes melalui tes laboratorium ini memiliki tingkat keakuratan
yang tinggi. Selain kita dapat memastikan apakah seseorang menderita diabetes
atau tidak, kita juga dapat menentukan tipe diabetes yang diderita serta dapat diketahui
faktor penyebabnya. Hal ini penting untuk pengambilan
keputusan dokter dalam memberikan obat dan saran-saran yang harus dijalankan.
Diagnosis
diabetes melalui tes laboratorium memang relatif mahal karena dibutuhkan bahan
pereaksi kimia dan alat pengukur diabetes yang harganya juga mahal. Namun
tentunya Anda tidak akan sia-sia melakukan tes laboratorium ini mengingat hasil
diagnosis diabetes merupakan dasar pengambilan keputusan dokter untuk melakukan
tindakan yang tepat sehingga penyakit diabetes yang diderita dapat tertangani
dengan cepat. Berikut ini beberapa pengujian diagnosis diabetes melalui tes
laboratorium.
- Fasting
Plasma Glocose
Test ini yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengambil darah.
Sebelum dilakukan test ini penderita diminta untuk melakukan puasa selama 8-14
jam sebelumnya. Untuk manusia dengan usia 65 tahun ke atas puasa merupakan hal
yang penting dan wajib untuk diperhatikan karena kadar gula darah meningkat
lebih tinggi pada usia-usia tersebut. Hasil dari pemeriksaan ini yaitu normal
bila hasil menunjukkan 70 – 99 mg/dl, pre diabetes (kemungkinan terkena) bila
100 – 126 mg/dl, terkena diabetes bila kadar gula darah <> dan bila hasil
menunjukkan nilai > 70 mg/dl maka seseorang mengalami hipoglikemia.
- Tes urine.
- Tes urine
digunakan untuk mengetahui kandungan gula di dalam urine. Tes ini
meliputi uji Benedict dan uji Dipstick
- Uji Benedict
digunakan untuk menentukan adanya glikogen dalam urine. Mula-mula sampel
urine dari penderita diabetes diambil. Kemudian ambillah 8 tetes urine
tersebut ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya sampel tersebut ditetesi dengan
pereaksi Benedict sebanyak 5 tetes. Kemudian sampel tersebut dipanaskan
sampai terbentuk warna. Sifat warna inilah yang memberikan petunjuk kadar
gula dalam urine.
- Pada hasil uji
Benedict, jika warna yang dihasilkan adalah merah bata, maka urine tersebut
mengandung lebih dari 2% glukosa, yang artinya orang tersebut menderita
penyakit diabetes.
- Pada dasarnya uji
Benedict untuk mengetahui kandungan senyawa aldehida. Oleh karena itu,
pada uji benedict akan memberikan warna bahkan jika ada gula-gula lain yang
terdapat dalam urine, seperti maltosa, galaktosa, sukrosa fruktosa, dan
lain-lain.
- Uji Benedict
tidak dapat digunakan untuk penderita hipogleikimia.
- Sedangkan pada
uji Dipstick digunakan untuk memastikan adanya gula dalam urine. Pada
dasarnya Dipsticks merupakan strip kertas yang mengandung zat kimia
tertentu dan akan berubah warna jika bereaksi dengan gula. Perubahan
warna yang terjadi tergantung pada bahan kimia yang digunakan dalam
pembuatan dipstick tersebut. Pada uji Dipstick warna yang dihasilkan
kemudian dibandingkan dengan warna yang terdapat pada buku manual.
- Tes Darah
- Tes darah
mengandung beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes urine, yaitu dapat
mengetahui hipogleikimia.
- Mula-mula sampel
darah penderita diabetes diambil dengan menggunakan alat khusus yang
ditusukkan ke jari. Darah yang menetes keluar, kemudian diletakkan pada
sebuah strip khusus. Strip yang mengandung zat kimia tersebut,
selanjutnya bereaksi dengan gula yang terdapat dalam darah.
- Setelah ditunggu
beberapa menit, strip tersebut akan mengering dan menunjukkan warna
tertentu. Kemudian warna yang dihasilkan strip tersebut dibandingkan
dengan skala warna pengukuran.
- Tes darah juga
dapat dilakukan dengan alat photometer. Dengan alat ini proses diagnosis
diabetes dapat diketahui dengan cepat dan tepat. Tes ini dilakukan
sesudah puasa (minimal selama 10 jam) dan 2 jam sesudah makan.
- Berdasarkan hasil
tes, jika seseorang mempunyai kadar gula darah puasa lebih dari 110mg%
dan kadar gula darah 2 jam sesudah makan lebih dari 200 mg% maka dapat
disimpulkan bahwa orang tersebut menderita diabetes.
- Tes puasa glukosa plasma (FPG)
- Uji FPG digunakan
untuk mendiagnosis diabetes dan pradiabetes yang biasanya dilakukan pada
pagi hari.
- Berdasarkan hasil
tes, jika seseorang mempunyai kadar glukosa puasa 100 sampai 125 mg/dL
berarti orang tersebut memiliki gangguan glukosa puasa (IFG) atau disebut
juga dengan gejala pradiabetes.
- Selanjutnya jika
seseorang mempunyai kadar glukosa puasa lebih dari 126 mg/dL maka dapat
dikatakan bahwa orang tersebut mengidap penyakit diabetes.
- Uji toleransi glukosa oral (OGTT)
- Dalam
mendiagnosis penderita pradiabetes uji OGTT lebih diandalkan karena lebih
sensitif dibandingkan dengan uji FPG,
- Sebelum dilakukan
uji OGTT, terlebih dahulu pasien berpuasa minimal 8 jam. Selanjutnya
pasien diukur kadar glukosa plasma.
- Kemudian pasien
minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa telah dilarutkan dalam air.
Selang 2 jam kemudian pasien diukur kembali kadar glukosa plasmanya.
- Berdasarkan hasil
tes, jika seseorang memiliki kadar glukosa darah antara 140 dan 199 mg/dL
2 jam setelah minum cairan tersebut, maka dapat dikatakan orang tersebut
memiliki gangguan toleransi glukosa (IGT) atau disebut juga dengan gejala
pradiabetes.
- Selanjutnya jika
seseorang memiliki kadar glukosa lebih dari 200 mg/dL, maka dapat
dikatakan orang tersebut mengidap penyakit diabetes.
- Uji glukosa plasma secara acak
- Pada kondisi akut
yang ditandai dari besarnya nilai hasil tes FPG dan uji OGTT, yaitu lebih
dari 200 mg/dL dan ditambah adanya gejala seperti sering buang air kecil,
rasa haus berlebihan dan terjadinya penurunan berat badan, maka perlu
dilakukan uji glukosa plasma secara acak.
- Pada uji ini
dokter akan memeriksa kadar glukosa darah orang tersebut pada hari lain
dengan menggunakan uji FPG atau OGTT untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara diagnosis diabetes
masing-masing tes memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena
itu berbagai tes diagnosis diabetes di atas bersifat melengkapi antara satu
sama lain. Dengan semakin lengkapnya data yang diperoleh dari hasil pengujian
diagnosis diabetes, maka semakin tepat dan akurat terapi yang akan diberikan
oleh dokter.
H.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2.
Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi
- Nadi
pedalis dan pengisian kapiler ekstrimitas menurun atau lambat pada diabetes
yang lama.
- Edema pada
pergelangan kaki atau tungkai.
-
Peningkatan tekanan darah.
- Nadi
cepat, pucat, diaforesis atau hipoglikemi.
b. Eliminasi
Riwayat
pielonefritis, infeksi saluran kencing berulang, nefropati dan poli uri.
c. Nutrisi
dan Cairan
- Polidipsi.
- Poliuri.
- Mual dan
muntah.
- Obesitas.
- Nyeri
tekan abdomen.
-
Hipoglikemi.
-
Glukosuria.
- Ketonuria.
- Kulit :
Sensasi kulit lengan, paha, pantat dan perut dapat berubah karena ada bekas
injeksi insulin yang sering.
- Mata :
Kerusakan penglihatan atau retinopati.
- Uterus :
tinggi fundus uteri mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari normal terhadap
usia gestasi.
3. Psikososial
- Resiko
meningkatnya komplikasi karena faktor sosioekonomi rendah.
- Sistem
pendukung kurang dapat mempengaruhi kontrol emosi.
- Cemas,
peka rangsang dan peningkatan ketegangan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko
tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat.
2. Resiko
tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
maternal, perubahan pada sirkulasi.
3. Resiko
tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan ketidakadekuatan kontrol
diabetik, profil darah abnormal atau anemia, hipoksia jaringan dan perubahan
respon umum.
4. Kurang pengetahuan
tentang kondisi diabetik, prognosa dan kebutuhan tindakan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, kesalahan informasi dan tidak mengenal
sumber informasi.
5. Resiko
tinggi terhadap trauma, pertukaran gas pada janin berhubungan dengan
ketidakadekuatan kontrol diabetik maternal, makrosomnia atau retardasi
pertumbuhan intra uterin.
6. Gangguan
psikologis, ansietas berhubungan dengan situasi kritis atau mengancam pada
status kesehatan maternal atau janin.
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko
tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat.
Kriteria evaluasi : kebutuhan nutrisi terpenuhi, Mempertahankan kadar gula
darah puasa antara 60-100 mg/dl dan 2 jam sesudah makan tidak lebih dari 140
mg/dl.
Intervensi
Mandiri
a. Timbang
berat badan setiap kunjungan prenatal.
Rasional:
Penambahan berat badan adalah kunci petunjuk untuk memutuskan penyesuaian
kebutuhan kalori.
b. Kaji
masukan kalori dan pola makan dalam 24 jam.
Rasional :
Membantu dalam mengevaluasi pemahaman pasien tentang aturan diet.
c. Tinjau
ulang dan berikan informasi mengenai perubahan yang diperlukan pada
penatalaksanaan diabetic.
Rasional :
Kebutuhan metabolisme dari janin dan ibu membutuhkan perubahan besar selama
gestasi memerlukan pemantauan ketat dan adaptasi.
d. Tinjau
ulang tentang pentingnya makanan yang teratur bila memakai insulin.
Rasional :
Makan sedikit dan sering menghindari hiperglikemia , sesudah makan dan
kelaparan.
e. Perhatikan
adanya mual dan muntah khususnya pada trimester pertama.
Rasional :
Mual dan muntah dapat mengakibatkan defisiensi karbohidrat yang dapat
mengakibatkan metabolisme lemak dan terjadinya ketosis.
f. Kaji
pemahaman stress pada diabetic.
Rasional : Stress
dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa, menciptakan fluktuasi kebutuhan
insulin.
g. Ajarkan
pasien tentang metode finger stick untuk memantau glukosa sendiri.
Rasional :
Kebutuhan insulin dapat dinilai berdasarkan temuan glukosa darah serum secara
periodik.
h. Tinjau
ulang dan diskusikan tanda gejala serta kepentingan hipo atau hiperglikemia.
Rasional :
Hipoglikemia dapat terjadi secara cepat dan berat pada trimester pertama karena
peningkatan penggunaan glukosa dan glikogen oleh ibu dan perkembangan janin.
Hiperglikemia berefek terjadinya hidramnion.
i.
Instruksikan untuk mengatasi hipoglikemia asimtomatik.
Rasional :
Pengguanaan jumlah besar karbohidrat sederhana untuk mengatasi hipoglikemi
menyebabkan nilai glukosa darah meningkat.
j. Anjurkan
pemantauan keton urine.
Rasional : Ketidakcukupan masukan
kalori ditunjukkan dengan ketonuria, menandakan kebutuhan terhadap peningkatan
karbohidrat.
Kolaborasi :
a. Diskusikan tentang dosis , jadwal dan tipe insulin.
Rasional : Pembagian dosis insulin
mempertimbangkan kebutuhan basal maternal dan rasio waktu makan.
b. Sesuaikan
diet dan regimen insulin untuk memenuhi kebutuhan individu.
Rasional :
Kebutuhan metabolisme prenatal berubah selama trimester pertama.
c. Rujuk
pada ahli gizi.
Rasional : Diet
secara spesifik pada individu perlu untuk mempertahankan normoglikemi.
d. Observasi
kadar Glukosa darah.
Rasional :
Insiden abnormalitas janin dan bayi baru lahir menurun bila kadar glukosa darah
antara 60 – 100 mg/dl, sebelum makan antara 60 -105 mg/dl, 1 jam sesudah makan
dibawah 140 mg/dl dan 2 jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl.
e. Tentukan
hasil HbA1c setiap 2 – 4 minggu.
Rasional : Memberikan keakuratan
gambaran rata rata control glukosa serum selama 60 hari . Kontrol glukosa serum
memerlukan waktu 6 minggu untuk stabil.
2. Resiko
Tinggi cidera janin berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa maternal,
perubahan pada sirkulasi.
Kriteria evaluasi :
Cidera janin tidak terjadi,
menunjukan reaksi Non stress test dan Oxytocin Challenge Test negative atau
Construction Stress Test secara normal.
Intervensi
:
Mandiri
:
a. Kaji control diabetik sebelum konsepsi.
Rasional : Pengontrolan secara ketat
sebelum konsepsi membantu menurunkan resiko mortalitas janin dan abnormal
konginental.
b. Tentukan klasifikasi white terhadap diabetes.
Rasional : Janin kurang beresiko
bila klasifikasi white adalah A, B, C dan apabila D adalah beresiko tinggi.
c. Kaji gerakan janin dan denyut janin setiap kunjungan.
Rasional : Terjadi insufisiensi
plasenta dan ketosis maternal mungkin secara negatif mempengaruhi gerakan janin
dan denyut jantung janin.
d. Observasi tinggi fundus uteri setiap kunjungan.
Rasional : Untuk mengidentifikasi
pola pertumbuhan abnormal
e. Observasi urine terhadap keton.
Rasional : Benda keton dapat
mengakibatkan kerusakan susunan syaraf pusat yang tidak dapat diperbaiki.
f. Berikan
informasi dan buatkan prosedur untuk pemantauan glukosa dan penatalaksanaan
diabetes di rumah.
Rasional : Penurunan mortalitas dan
komplikasi morbiditas janin bayi baru lahir dan anomali congenitial dihubungkan
dengan kenaikan kadar glukusa darah.
g. Pantauan
adanya tanda tanda edema, proteinuria, peningkatan tekanan darah.
Rasional :
sekitar 12% – 13% dari diabetes akan berkembang menjadi gangguan hipertensi
karena perubahan kardiovaskuler berkenaan dengan diabetes.
h. Tinjau
ulang prosedur dan rasional untuk Non stress Test setiap minggu.
Rasional :
Aktifitas dan pergerakan janin merupakan petanda baik dari kesehatan janin.
i.
Diskusikan rasional atau prosedur untuk melaksanakan Oxytocin Challenge Test
atau Contraction Stress Test setiap minggu mulai minggu ke – 30 sampai dengan
minggu ke- 32.
Rasional :
Contraction Stress Test dapat memberikan informasi tentang perfusi oksigen dan
nutrisi pada janin. Hasil positif menandakan insufisiensi plasenta.
j. Tinjau
ulang prosedur dan rasional untuk tindakan amniosentesis
Rasional :
Maturasi paru janin adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan
kelangsungan hidup.
Kolaborasi :
a. Kaji
HbA1c setiap 2 – 4 minggu sesuai indikasi.
Rasional :
Insiden bayi malformasi secara kongenital meingkat pada wanita dengan kadar
HbA1c tinggi pada awal kehamilan atau sebelum konsepsi.
b. Kaji
kadar albumin glikosilat pada getasi minggu ke 24 sampai ke 28 khususnya pada
ibu dengan resiko tinggi.
Rasional :
Tes serum albumin glikosilat menunjukkan glikemia lebih dari beberapa hari.
c. Dapatkan kadar serum alfa fetoprotein pada gestasi
minggu ke 14 sampai minggu ke 16.
Rasional :
Insiden kerusakan tuba neural lebih besar pada ibu diabetik dari pada non
diabetik bila kontrol sebelum kehamilan sudah buruk.
d. Siapkan
untuk ultrsonografi pada gestasi minggu ke 8, 12, 18, 28, 36 sampai minggu ke
38.
Rasional :
Ultrasonografi bermanfaat dalam memastikan tanggal gestasi dan membantu dalam
evaluasi retardasi pertumbuhan intra uterin.
e. Lakukan
non stress test dan Oxytocin Challenge Test atau Construction Stress test
dengan tepat.
Rasional :
Mengetahui kesehatan janin dan kedekatan perfusi plasenta.
f. Dapatkan
sekuensial serum atau specimen urine 24 jam terhadap kadar estriol setelah
gestasi minggu ke 30.
Rasional :
Penurunan kadar estriol dapat menunjukkan penurunan fungsi plasenta,
menimbulkan retardasi pertumbuhan intra uterin dan lahir mati.
g. Bantu untuk
persalinan per vaginam atau seksio.
Rasional:
Membantu menjamin hasil positif untuk neonatus. Insiden lahir mati meningkat
secara bermakna pada gestasi lebih dari minggu ke-36. Makrosomia sering
menyebabkan distosia dengan sefalopelvis disproporsi.
3.Resiko
tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan perubahan kontrol diabetik,
profil darah abnormal atau anemia, hipoksia jaringan dan perubahan respon imun.
Kriteria evaluasi :
Tetap
normotensif.
Mempertahankan
normoglikemia.
Bebas dari komplikasi
seperti infeksi, pemisahan plasenta.
I.
DAMPAK KDM DIABETES MELITUS
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang
kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan
tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine
(glukosuria).
Faktor risiko
diabetes mellitus pada kehamilan adalah riwayat keguguran berulang, pernah
melahirkan bayi yang beratnya sama dengan atau melebihi 4000 g, pernah
mengalami preeklamsia (keracunan kehamilan), atau pernah melahirkan bayi mati
tanpa sebab yang jelas atau bayi dengan cacat bawaan.
Selain itu yang juga merupakan faktor risiko adalah usia ibu
hamil yang melebihi 30 tahun, riwayat diabetes mellitus dalam keluarga, serta
pernah mengalami diabetes mellitus pada kehamilan sebelumnya.
Pada penyakit DM 1 didapat kerusakan
(dekstruksi) sel beta pankreas
penggunaan glukosa sebagai akibat
menurunnya produksi insulin tubuh
menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energi
terganggu ketosis dan ketoasidosis energi sebagai akibat
dari metabolisme tidak sempurna
Fungsi
insulin menurun pada penyakit DM 11 didapat retensi
insulin Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrindan karbohidrat sehingga terjadi inadekuatnya pembentukan
dan penggunaan insulin yang berfungsi memudahkan glukosa berpindah ke dalam
sel-sel jaringan. Tanpa insulin yang adekuat, glukosa tidak dapat memasuki
sel-sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan tetap berada dalam daerah
sehingga kadar glukosa darah meningkat di atas batas normal yang menyebabkan
air tertarik dari sel-sel ke dalam jaringan/darah sehingga terjadi dehidrasi
seluler
Pencegahan yang
dapat dilakukan untuk DM diantaranya :
1. Primer :
untuk mengurangi obesitas dan BB
2. Sekunder
: deteksi dini, kontrol penyakit hipertensi, anti rokok,
perawatan.
3. Tersier :
Pendidikan tentang perawatan kaki, cegah ulserasi, gangren dan amputasi,
pemeriksaan optalmologist, albuminuria monitor penyakit ginjal, kontrol
hipertensi, status metabolic dan diet rendah protein, pendidikan pasien tentang
penggunaan medikasi untuk mengontrol medikasi.
B.Saran
Kami menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam
sistematika penulisan maupun dari isi makalah, oleh karena itu untuk
memperbaiki makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya kami berharap saran dan
kritik yang membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Silbernagl,
S dkk. 2006. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Penerbit EGC: Jakarta.
Price.
A,S dkk. 2005. Patofisiologi.
Penerbit EGC: Jakarta.
Scalon
C. V dkk. 2006 Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi E 3. Penerbit EGC:
Jakarta.
Sidartawan
Suegondo dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta
Smeltzer
c. Suzanne dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah E 8. Penerbit EGC:
Jakarta.
Long
C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Penerbit Yayasan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran: Bandung.
Nurwani,
Arita. 2009. Perawatan Penyakit Dalam.
Penerbit NuhaMedika: Jogyakarta.
http://xamthone.biz/search/faktor-pemicu-penyakit-diabetes